Kamis, 16 Februari 2017

Metode Untuk Menafsirkan Teks Keagamaan Hindu



Nawa Rasa : Metode Untuk Menafsirkan Teks Keagamaan
Keadaan lingkungan dan kondisi itulah maka, muncul emosi dasar (sthayibhava) yang melahirkan rasa berasal dari bahasa sansekerta ras berartibergema, berteriak (Astra, 2001) dalam bahasa Jawa Kuno perasaan, isi, air (Zoetmulder, 1995 : 926). Teori Rasa ini dikemukankan oleh Muni Bharata dalam kitab Natyasastra yang ditulis pada abad 1-4 Masehi (Suamba, 2005 dalam Suka Yasa, 2007 : 3). Ada juga yang mengatakan ditulis antara 500 SM hingga 300 Masehi oleh Sage Bharatha, ia berfungsi sebagai panduan yang komprehensif, luas mencakup semua aspek teater. Menurut Muni Bharata ada 9 emosi dasar dan 9 rasa yang berkaitan dengan Istadewatanya (Rangacharya, 1999). Adapun 9 rasa itu (Nawarasa) adalah :

No
Sthayibhava
(Emosi dasar)
Rasa
Istadewata
Warna
1.
Rati (Cinta)
Sranggara (Asmara, Erotis)
Wisnu
Biru tua
2.
Hasa (Humor)
Hasya (Komik, lucu)
Pramartha (Ganesha)
Putih
3.
Soka (Sedih)
Karuna (Belas kasihan)
Yama
Putih keabu-abuan
4.
Krodha (marah)
Raudra (Ganas)
Rudra
Merah
5.
Utsaha (Teguh)
Wira (keberanian)
Mahendra
Kekuning-kuningan
6.
Bhaya (Takut)
Bhayanaka (Khawatir)
Kala
Hitam
7.
Jugupsa (Muak)
Bhibatsa (Ngeri)
Mahakala
Biru
8.
Vismaya (Heran)
Adbhuta (Takjub)
Brahma
Kuning
9.
Sama (Tenang)
Santa (Damai)
Siva
Kristal 9 warna

Tabel 2.1: Teori Rasa ( Sumber : Suka Yasa, 2007 (Teori Rasa) : 14.
Hal ini digunakan untuk mengetahui rasa dari seorang pengarang teks dalam menuliskan karya sastranya, yang dipahami secara keseluruhan tentang teks tersebut, sehingga dipahami oleh penafsir.  bahwa arah putaran jarum jam disebut arah Daksinayana (dari utara keselatan) disebut dengan gerak Murti yaitu dari lembut menjadi kasar yang gerakannya bersifat sentrifugal,dari rasa damai (Siva) menjadi rasa takjub (Brahma) dan rasa asmara (Visnu); yaitu, Brahma, Rudra, mahakala, kala, Visnu, Yama, pramatha, mahendra. Dan arah sebaiknya yang berlawanan dengan jarum jam disebut arah Somya (dari selatan keutara) yang disebut dengan Utarayana, gerakannya dari kasar menjadi lembut yang bersifat sentripetal. Sehingga rasa yang terjadi adalah rasa khawatir (kala), kembali menjadi Mahakala, Rudra, Brahma, Mahendra, Pramatha, Yama, Wisnu dan akhirnya rasa takjub (Brahma) dan rasa Asmara (Visnu) dan kembali menjadi rasa damai (Siva).
Pola istadewata dalam teori rasa ini mkerupakan pola yang berjenjang mulai dari pola eka, rwabhineda, oposisi berpasangan dari sinilah muncul swastika dan menuncak pada pola astadala. Mulai dari santa rasa muncullah adbhuta (rasa pesona, takjub) dan sranggara rasa (asmara), sementara hasya rasa (kejenakaan) yang lahir dari pasangan adbhuta-Sranggara memunculkan pula pasangan bibhatsa (rasa ngeri). Jika dipolakan terbangunlah pola empat, adbhuta (terpesona) berpasangan dengan Srnggara (kecintaan) sementara hasya (kejenakaan) berpasangan dengan bibhatsa (ngeri) dan jika disilangkan terbentuk pola tapak dara (pola empat).

 Dengan mengikuti gerak swastika maka muncul pola astadala yaitu, 1) Sranggara (rasa asmara) dapat berkembang menjadi karuna (rasa belas kasih), 2) hasya (kejenakaan) muncul vira (rasa keberanian) 3) adbhuta (rasa takjub) berkembang menjadi  raudra (rasa ganas) 4) bibhatsa (rasa ngeri) berkembang menjadi bhayanaka (rasa khawatir).Dengan demikian perkembangan rasa ini tidaklah selalu demikian, akan tetapi tergantung dari objek dan situasi  yang membangkitkan Sthayibhava (emosi dasar) yang kemudian memunculkan rasa yang terekspresikan (Yasa, 2007:35-38). 





Daftar Pustaka
Kamil, Sukron. 2008. Hermeneutika Sebagai Teori Kritik Sastra Dan Keagamaan: Perbandingan Dengan Ta’wil. Refleksi Jurnal kajian agama dan filsafat, ISSN : 0215-6253, Vol X No. 3. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, hal : 247-266.
Kaelan. 2009. Filsafat Bahasa Semiotika Dan Hemeneutika. Yogyakarta : Paradigma.
Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta : Paradigma.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Estetika Sastra Dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Yasa, I Wayan Suka. Teori Rasa : Memahami Taksu, Ekspresi dan Metodenya. Denpasar : Widhya Dharma berkerjasama dengan Program Magister Ilmu Agama dan Budaya UNHI.