Oleh :
Sekretaris Prajaniti
1.
PENGANTAR
Dalam satu sloka Bhagawad-gita 10.38 salah satu pustaka suci
Hindu, disebutkan bahwa :
Di antara segala cara untuk melarang pelanggaran hukum, Aku
adalah hukuman, dan di antara orang yang mencari kejayaan Aku adalah strategi.
Di antara segala hal yang rahasia Aku adalah keheningan, dan di antara orang
bijaksana Aku adalah kebijaksanaan.
Umat Hindu di
Indonesia akan melaksanakan Hari Raya Nyepi/Tahun Baru Saka 1937 pada hari
Sabtu, 31 Maret 2015. Mengapa umat Hindu justru merayakan hari raya dengan cara
menyepi, tidak seperti kebanyakan umat beragama lain yang merayakan hari
rayanya dengan keramaian?
2.
INDAHNYA
KEHENINGAN
Tujuan agama
Hindu adalah ksejehateraan materi dan kebahagiaan rohani. Karenanya, penganut
ajaran agama Hindu menekankan pentingnya keseimbangan hidup, seimbang antara
memenuhi kebutuhan duniawi agar sejahtera dan memenuhi kebutuhan rohani agar
bahagia.
Apa itu Sepi?
Sepi adalah Hening, keterampilan
membebaskan diri dari dunia luar. Melakukan pengendalian diri dan mengarahkan
pikiran agar fokus pada diri sendiri. Melakukan perjalanan indah ke dalam diri,
mendengar suara hati, suara Cintakasih, suara Tuhan dalam diri.
Sepi nan hening
bukanlah kosong yang tiada berarti, hening adalah kekosongan yang penuh
perasaan murni yang membawa kedamaian dan kebahagiaan tanpa batas. Hening
adalah kehampaan, kondisi yang dibutuhkan semua mahluk hidup untuk bertumbuh
menjadi lebih sempurna. Hening adalah kekosongan (emptiness) yang penuh
yang merupakan puncak disiplin rohani (completeness). Dalam hening ada keindahan, kedamaian,
dan kebahagiaan alami yang murni.
Sepi nan hening menumbuhkan sikap welas asih
dan bijaksana. Sepi nan hening menjadikan kita welas asih dan harmoni pada diri
sendiri, welas asih dan harmoni pada sesama, welas asih dan harmoni pada Alam Semesta,
pada akhirnya welas asih dan harmoni pada Sang Sumber Kehidupan, Tuhan Yang
Mahaesa.
3.
HARI RAYA
NYEPI
Hari
Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun
Baru Hindu yang penghitungannya berdasarkan
penanggalan/kalender Caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti
perayaan tahun baru Masehi yang biasanya dirayakan dengan perayaan yang ramai
dan gegap gempita, Tahun Baru Saka di Indonesia dimulai dengan menyepi. Tidak
ada aktivitas seperti biasa. Khusus di Bali yang masyarakatnya sebagian besar
beragama Hindu, semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti
bandar udara internasional pun tutup. Namun khusus untuk pelayanan kemanusiaan
seperti kegiatan di rumah sakit tetap berjalan.
Ajaran
agama Hindu tidak semata memfokuskan diri pada perkembangan rohani diri
sendiri, namun juga berupaya menjaga keseimbangan Alam Semesta melalui
rangkaian upacara. Karenanya, tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon kehadapan
Tuhan Yang Maha Esa untuk menyucikan Bhuana
Alit (alam manusia/microcosmos)
dan Bhuana Agung (alam
semesta/ macrocosmos ).
Hari
Raya Nyepi dilaksanakan dengan beberapa rangkaian upacara, yaitu:
1.
Melasti. Melasti adalah
upacara penyucian yang dilaksanakan di pantai tepi laut karena laut adalah sumber air suci (tirta amerta) dan
bisa menyucikan segala kekotoran
di dalam diri manusia dan alam. Melasti biasanya dilakukan dua hari
sebelum Hari Raya Nyepi.
2.
Tawur (Pecaruan). Tawur atau pecaruan
adalah upacara Buta Yadnya yang khusus dilakukan untuk penyucian
Alam Semesta agar kekuatan-kekuatan negatif dan energi-energi negatif di alam
tersucikan sehingga alam kembali pada keharmonisannya. Tawur (Pecaruan)
dilaksanakan satu hari sebelum Hari Raya Nyepi.
3.
Nyepi. Setelah melakukan
penyucian bagi Alam Semesta (Bhuana
Agung/macrocosmos), pada hari Nyepi dilakukan penyucian pada diri sendiri,
pada alam manusia (Bhuana
Alit/microcosmos). Nyepi dilaksanakan dengan melakukan pengendalian diri
melalui empat tindakan pantangan yang disebut catur brata penyepian, yaitu:
-
Amatigeni, yaitu pantang menghidupkan api, dengan pengertian agar manusia
melakukan pengendalian diri, pengendalian keinginan, pengendalian emosi;
-
Amatikarya, yaitu pantang bekerja, dengan pengertian agar manusia
melakukan pengendalian aktivitas diri;
-
Amatilelungan, yaitu pantang bepergian, dengan pengertian agar manusia
melakukan pengendalian atas keinginan dan memfokuskan pikiran;
-
Amatilelangun, yaitu pantang mendengankan hiburan dan musik, dengan
pengertian agar manusia melakukan pengendalian rasa suka dan tidak suka.
Ke-empat tindakan
pantangan tersebut biasanya diikuti dengan melakukan upavasa yaitu puasa tidak makan dan minum dan mona brata yaitu puasa tidak berbicara. Esensi dari Nyepi adalah
melakukan kontemplasi melalui keheningan yang sempurna untuk meningkatkan
kualitas kemanusiaan dengan menemukan hakikat Dirijati (Pure Self).
4.
Ngembak geni. Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka
adalah hari Ngembak Geni yang jatuh satu hari setelah Nyepi.
Pada hari ini Tahun Baru Saka memasuki hari ke dua. Umat Hindu melakukan Dharma
Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf-memaafkan
(ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih.
4.
OGOH-OGOH
Dalam rangkaian
Hari Raya Nyepi, yaitu sebelum dilakukan catur
brata penyepian, di kalangan umat Hindu etnik Bali biasanya disertai pawai ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam
kebudayaan Bali yang kepribadian Bhuta
Kala, yaitu dorongan dan keinginan negatif dalam diri manusia.
Ada enam dorongan dan kekuatan negatif yang dalam kehidupan
manusia perlu dikendalikan, yang disebut sadripu,
yaitu:
1. Krodha: amarah (anger), emosi tidak terkendali (uncontrolled emotion);
2. Kama: nafsu (lust), keinginan (desire);
3. Mada: kemabukan
(drunkenness);
4. Matsarya:
serakah (covetous), dendam (grudge), iri hati (jealousy);
5. Lobha: rakus (rapacious), tamak (avarice, acquisitive); dan
6. Moha:
kebingungan (bewilderment, confusion).
Jadi, pada umumnya
ogoh-ogoh adalah simbolisasi dalam bentuk karya seni patung dari ke-enam dorongan dan kekuatan negatif yang dalam
diri manusia. Ogoh-ogoh itu diarak sebagai simbol bahwa dalam keseharian
kehidupan manusia selalu digoda oleh keenam dorongan dan kekuatan negatif di
dalam dirinya itu. Setelah diarak, ogoh-ogoh itu biasanya dibakar, yang
mengandung arti bahwa saat memasuki Hari Raya Nyepi umat Hindu sudah “membakar”
atau mengendalikan diri dari keenam dorongan dan kekuatan negatif di dalam
dirinya itu. Artinya, perang melawan diri sendiri telah usai, sehingga dapat
hening melakukan perjalanan indah ke dalam diri menemukan kemurnian diri,
kedamaian, dan kebahagiaan sejati.
Umat Hindu yang ada di Jakarta, Minggu (15/3) pagi melaksanakan kegiatan sosialisasi Parade Budaya Ogoh-Ogoh yang akan dilaksanakan pada hari Jumat (20/3) bertempat di silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat. Umat Hindu yang diakomodir oleh Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah) DKI Jakarta dan umat Pura Agung Wira Satya Bhuana - Tanah Abang, menggelar aksinya dengan mengambil rute dari depan gedung Sapta Pesona menuju Sarinah dan kembali ke Monas.
Ratusan umat yang mengiringi Ogoh-ogoh berbentuk Celuluk mendapat
perhatian warga Jakarta yang sedang bedara di Car Free Day. Dengan
diiringi tabuhan baleganjur, penggotong Ogoh-ogoh tampak sangat semangat
dengan sesekali memutar nya saat alunan baleganjur dipercepat dan
diperkeras. Sontak warga yang berada disekitarnya tampak tengkejut dan
terlihat langsung menjauh agar tidak diseruduk.
Kegiatan sosialisasi seperti ini memang rutin digelar sebelum perayaan
Hari Raya Nyepi guna memberitahukan kepada warga yang ada di Jakarta
khususnya, untuk datang dan menyaksikan parade budaya Ogoh-ogoh saat
tawur agung nanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar