Selasa, 21 April 2015

Parade Ogoh-Ogoh dalam Rangka Menyambut Hari Raya Nyepi 1937 tahun 2015



 Oleh :
Sekretaris Prajaniti





1.     PENGANTAR

Dalam satu sloka Bhagawad-gita 10.38 salah satu pustaka suci Hindu, disebutkan bahwa :


Di antara segala cara untuk melarang pelanggaran hukum, Aku adalah hukuman, dan di antara orang yang mencari kejayaan Aku adalah strategi. Di antara segala hal yang rahasia Aku adalah keheningan, dan di antara orang bijaksana Aku adalah kebijaksanaan.



Umat Hindu di Indonesia akan melaksanakan Hari Raya Nyepi/Tahun Baru Saka 1937 pada hari Sabtu, 31 Maret 2015. Mengapa umat Hindu justru merayakan hari raya dengan cara menyepi, tidak seperti kebanyakan umat beragama lain yang merayakan hari rayanya dengan keramaian?





2.     INDAHNYA KEHENINGAN

Tujuan agama Hindu adalah ksejehateraan materi dan kebahagiaan rohani. Karenanya, penganut ajaran agama Hindu menekankan pentingnya keseimbangan hidup, seimbang antara memenuhi kebutuhan duniawi agar sejahtera dan memenuhi kebutuhan rohani agar bahagia.

 Apa itu Sepi? Sepi adalah Hening, keterampilan membebaskan diri dari dunia luar. Melakukan pengendalian diri dan mengarahkan pikiran agar fokus pada diri sendiri. Melakukan perjalanan indah ke dalam diri, mendengar suara hati, suara Cintakasih, suara Tuhan dalam diri.

Sepi nan hening bukanlah kosong yang tiada berarti, hening adalah kekosongan yang penuh perasaan murni yang membawa kedamaian dan kebahagiaan tanpa batas. Hening adalah kehampaan, kondisi yang dibutuhkan semua mahluk hidup untuk bertumbuh menjadi lebih sempurna. Hening adalah kekosongan (emptiness) yang penuh yang merupakan puncak disiplin rohani (completeness). Dalam hening ada keindahan, kedamaian, dan kebahagiaan alami yang murni.

Sepi nan hening menumbuhkan sikap welas asih dan bijaksana. Sepi nan hening menjadikan kita welas asih dan harmoni pada diri sendiri, welas asih dan harmoni pada sesama, welas asih dan harmoni pada Alam Semesta, pada akhirnya welas asih dan harmoni pada Sang Sumber Kehidupan, Tuhan Yang Mahaesa.



3.     HARI RAYA NYEPI

Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu yang penghitungannya berdasarkan penanggalan/kalender Caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi yang biasanya dirayakan dengan perayaan yang ramai dan gegap gempita, Tahun Baru Saka di Indonesia dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Khusus di Bali yang masyarakatnya sebagian besar beragama Hindu, semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti bandar udara internasional pun tutup. Namun khusus untuk pelayanan kemanusiaan seperti kegiatan di rumah sakit tetap berjalan.

Ajaran agama Hindu tidak semata memfokuskan diri pada perkembangan rohani diri sendiri, namun juga berupaya menjaga keseimbangan Alam Semesta melalui rangkaian upacara. Karenanya, tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon kehadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung (alam semesta/ macrocosmos ).

Hari Raya Nyepi dilaksanakan dengan beberapa rangkaian upacara, yaitu:

1.      Melasti. Melasti adalah upacara penyucian yang dilaksanakan di pantai tepi laut karena laut adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala kekotoran di dalam diri manusia dan alam. Melasti biasanya dilakukan dua hari sebelum Hari Raya Nyepi.

2.      Tawur (Pecaruan). Tawur atau pecaruan adalah upacara Buta Yadnya yang khusus dilakukan untuk penyucian Alam Semesta agar kekuatan-kekuatan negatif dan energi-energi negatif di alam tersucikan sehingga alam kembali pada keharmonisannya. Tawur (Pecaruan) dilaksanakan satu hari sebelum Hari Raya Nyepi.

3.      Nyepi. Setelah melakukan penyucian bagi Alam Semesta (Bhuana Agung/macrocosmos), pada hari Nyepi dilakukan penyucian pada diri sendiri, pada alam manusia (Bhuana Alit/microcosmos). Nyepi dilaksanakan dengan melakukan pengendalian diri melalui empat tindakan pantangan yang disebut catur brata penyepian, yaitu:

-          Amatigeni, yaitu pantang menghidupkan api, dengan pengertian agar manusia melakukan pengendalian diri, pengendalian keinginan, pengendalian emosi;

-          Amatikarya, yaitu pantang bekerja, dengan pengertian agar manusia melakukan pengendalian aktivitas diri;

-          Amatilelungan, yaitu pantang bepergian, dengan pengertian agar manusia melakukan pengendalian atas keinginan dan memfokuskan pikiran;

-          Amatilelangun, yaitu pantang mendengankan hiburan dan musik, dengan pengertian agar manusia melakukan pengendalian rasa suka dan tidak suka.

Ke-empat tindakan pantangan tersebut biasanya diikuti dengan melakukan upavasa yaitu puasa tidak makan dan minum dan mona brata yaitu puasa tidak berbicara. Esensi dari Nyepi adalah melakukan kontemplasi melalui keheningan yang sempurna untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan dengan menemukan hakikat Dirijati (Pure Self).

4.      Ngembak geni. Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh satu hari setelah Nyepi. Pada hari ini Tahun Baru Saka memasuki hari ke dua. Umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf-memaafkan (ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih.





4.     OGOH-OGOH

Dalam rangkaian Hari Raya Nyepi, yaitu sebelum dilakukan catur brata penyepian, di kalangan umat Hindu etnik Bali biasanya disertai pawai ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang kepribadian Bhuta Kala, yaitu dorongan dan keinginan negatif dalam diri manusia.

Ada enam dorongan dan kekuatan negatif yang dalam kehidupan manusia perlu dikendalikan, yang disebut sadripu, yaitu:

1. Krodha: amarah (anger), emosi tidak terkendali (uncontrolled emotion);

2. Kama: nafsu (lust), keinginan (desire);

3. Mada: kemabukan (drunkenness);

4. Matsarya: serakah (covetous), dendam (grudge), iri hati (jealousy);

5. Lobha: rakus (rapacious), tamak (avarice, acquisitive); dan

6. Moha: kebingungan (bewilderment, confusion).

Jadi, pada umumnya ogoh-ogoh adalah simbolisasi dalam bentuk karya seni patung dari ke-enam dorongan dan kekuatan negatif yang dalam diri manusia. Ogoh-ogoh itu diarak sebagai simbol bahwa dalam keseharian kehidupan manusia selalu digoda oleh keenam dorongan dan kekuatan negatif di dalam dirinya itu. Setelah diarak, ogoh-ogoh itu biasanya dibakar, yang mengandung arti bahwa saat memasuki Hari Raya Nyepi umat Hindu sudah “membakar” atau mengendalikan diri dari keenam dorongan dan kekuatan negatif di dalam dirinya itu. Artinya, perang melawan diri sendiri telah usai, sehingga dapat hening melakukan perjalanan indah ke dalam diri menemukan kemurnian diri, kedamaian, dan kebahagiaan sejati.


Umat Hindu yang ada di Jakarta, Minggu (15/3) pagi melaksanakan kegiatan sosialisasi Parade Budaya Ogoh-Ogoh yang akan dilaksanakan pada hari Jumat (20/3) bertempat di silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat.  Umat Hindu yang diakomodir oleh Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah) DKI Jakarta dan umat Pura Agung Wira Satya Bhuana - Tanah Abang, menggelar aksinya dengan mengambil rute dari depan gedung Sapta Pesona menuju Sarinah dan kembali ke Monas. 

Ratusan umat yang mengiringi Ogoh-ogoh berbentuk Celuluk mendapat perhatian warga Jakarta yang sedang bedara di Car Free Day. Dengan diiringi tabuhan baleganjur, penggotong Ogoh-ogoh tampak sangat semangat dengan sesekali memutar nya saat alunan baleganjur dipercepat dan diperkeras. Sontak warga yang berada disekitarnya tampak tengkejut dan terlihat langsung menjauh agar tidak diseruduk. 

Kegiatan sosialisasi seperti ini memang rutin digelar sebelum perayaan Hari Raya Nyepi guna memberitahukan kepada warga yang ada di Jakarta khususnya, untuk datang dan menyaksikan parade budaya Ogoh-ogoh saat tawur agung nanti

Copyright © 2014. Terimakasih Telah Menjadi Bagian Penyebaran Informasi . Seluruh Isi Kontent Merupakan Hak Cipta DEWATA NEWS dan Media Partner : http://www.dewatanews.com/2015/03/umat-hindu-sosialisasikan-parade-budaya.html#ixzz3Y0ZLzbop

Tidak ada komentar:

Posting Komentar